Manusia Menjadi Manusia

Saturday 25 August 2012



Manusia menjadi manusia

Terdengar sederhana, namun sulit melakukannya.Jangan dulu untuk lingkunganmu, melainkan untuk diri kita sendiri pun sulit. Dalam kesenjangan keadilan dan kasih sayang yang semakin merusak moral kita. Keseharian kita dibeli mimpi, digadaikan kemewahan, ditukar kenyamanan. Fana, kosong.

Dijalanan adalah laboratorium terhebat yang dapat aku temui, analisa, dan jangan berharap aku mampu mempraktikannya satu persatu. Dijalanan adalah galaksi terbesar dalam kebobrokan moral manusia, akibat dari jutaan faktor yang meracuni dan membawa pada kesesatan.

Pemimpin-pemimpin bangsa mengajarkan kami untuk mengemis dan meminta. Tanpa mengajarkan kemandirian yang absolut yang mestinya kita miliki, absurditas tingkah laku yang semakin menyimpang dari nilai-nilai ke-agamaan, menjauhkan nilai-nilai ke-Tuhanan yang semakin dinilai salah dan kuno.

Seolah berharap esok lebih baik dari hari ini, namun sejuta kepala mendangakkan kepalanya menatap matahari yang terik, berharap keajaiban turun dari langit yang dingin, kosong. Dimana keajaiban jika kita tidak menciptakan keajaiban itu sendiri.

Sekolah-sekolah mengajarkan perbudakan yang aku rasa lebih kejam dari perbudakan Firaun. Menciptakan budak-budak yang terbuai limpahan emas membanjiri isi rumahnya dengan kemewahan, di depan mata kita, kita sadar, bangsa ini sakit. Demam yang tak kunjung reda, karena dokter-dokter itu salah memberikan obat, atau lebih konyolnya salah menganalisa penyakit.

Sekolah -sekolah telah menjadi korban politik dan ke-mahkotaan yang tolol, Tanpa sedikitpun memberikan ruang bagi generasi berikutnya untuk mencari obat yang tepat bagi bangsa ini, paling tidak untuk keluarga di tiap atap.

Kebencian yang nyata untuk tiap gerakan yang mengacu pada kebebasan, kita dikekang tali yang menyocok lubang hidung dan mata. Manusia-manusia yang besembunyi dibalik pena kekuasaan mereka, yang tak kunjung memberikan jalan keluar dari gejala ini.

Tempat-tempat peribadatan hanya menjadi gubuk mewah yang dibangun atas nama Tuhan, dengan sepuhan emas disana-sini, dengan menara-menara yang bahkan dapat aku lihat dari neraka. Menyiarkan ilmu yang lagi-lagi membuai nurani dengan iming-iming manis sang surga yang disebutkan dengan lugas. Lagi, manusia-manusia lainnya tetap akan menjadi salah dimatanya. "Mereka tak pernah sama dengan kita".

Seruan-seruan ibadah hanya menjadi pertanda waktu pergantian hari, hari-hari yang masih sama dengan kemarin, tanpa kasih sayang antar sesama. Dimanakah moral berada tanpa agama yang kuat, apakah moral dapat dibeli di pasar yang kikuk dengan harga-harga yang kita kata-katai karena cekikannya. Atau moral hanya dongeng.

Istana bangsa ini hanyalah sekedar bangunan mewah yang dibangun dengan uang sang jelata, masalah-masalah diluar istana mungkin lebih mudah diselesaikan daripada masalah dalam istana.

Pergantian kekuasaan tak lebih hanya kekonyolan lain dari sisi bobroknya bangsa ini.

Aku benci ini.

Setiap orang pantas mendapatkan hak yang sama dan adil, namun keadilan hanya berlaku bagi kaum-kaum ber-toxedo dengan kuda-kuda import terbaik.


Ilmu pengetahuan hanya alat dimana aplikasinya harus berharga mahal. Industri tidak lagi menjadi rumah pemenuh kebutuhan, lagi, orang-orang bermahkota itu meggunakannya sebagai alat kekuasaan, menguasai, menginjak dan memperalatnya dengan sebelah tangan.

Demam tak kunjung reda nak.
Lebih baik kita mati saja.

"dan beruntunglah mereka yang mati muda, lebih beruntung lagi mereka yang tidak pernah dilahirkan"
gie


by RS

0 comments:

Post a Comment